Renungan Minggu, 10 April 2016
HARI MINGGU PASKAH III
Warna Liturgi Putih
Buah
dari cinta adalah kesetian. Buah dari kesetiaan adalah pemberian diri dan
pengorbanan. Benarlah kata orang; “Tidak ada cinta tanpa pengorbanan”. Hanya
orang setialah yang mampu mencintai dengan setulus hati dan bersedia untuk
berkorban.
Yesus
tahu bahwa para murid sungguh mencintai Dia, mereka merasa sedih, kecewa bahkan
tidak berpengharapan karena harus kehilangan sosok yang mereka cintai. Namun
bagi Yesus, mencintai tidaklah cukup bila hanya diungkapkan dengan kata-kata.
Yesus menghendaki agar cinta itu harus ditunjukkann secara konkrit melalui
suatu tindakan.
Pertanyaan
Yesus kepada Petrus; apakah engkau
mencintai Aku, bukan semata-mata bermaksud untuk menguji Petrus. Pertanyaan
itu pertama-tama dimaksudkan untuk mengingatkan sekaligus menyadarkan Petrus
bahwa ia harus bersedia berkorban untuk mewartakan dan memberi kesaksian iman
yang benar tentang kebangkitan Yesus, apapun resikonya. Itulah yang Yesus
maksudkan ketika Ia bertanya; apakah engkau mencintai Aku?
Bagi
kita orang Katolik, mencintai Yesus berarti setia, taat, rela berkorban,
menderita dan bahkan harus kehilangan nyawa demi Dia. Tidak cukup bila kita
hanya mengaku diri sebagai pengikut Yesus tetapi kita takut menderita. Bagi
Yesus, penderitaan adalah wujud konkrit dari cinta yang sebenarnya. Cinta yang
demikianlah yang mampu memberikan kepada orang lain harapan dukungan serta
motivasi untuk tetap hidup.
Cinta
Yesus adalah wujud cinta yang menghidupkan. Cinta Yesus adalah cinta yang
merangkul, menuntun dan mengarah kepada keselamatan dan kebahagiaan hidup
kekal. Bagaimana dengan cinta kita? Apakah kita juga bersedia mencintai seperti
Yesus, ataukah kita malah menolak untuk mencintai karena takut menderita, sakit
dan terluka? (Fr. Hubertus Masriat).
(Picture: www.pinterest.com)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar