Renungan, Selasa 5
April 2016
Hari Biasa Pekan II
Paskah
BcE Kis. 4:32-37;
Mzm. 93: 1ab,1c-2,5; Yoh. 3:7-15
Dalam kehidupan, terkadang kita lekat dengan yang
namanya tiket. Tiket, katakanlah sebagai jaminan untuk dapat masuk ke suatu
tempat atau untuk dapat memperoleh sesuatu. Tiket sebagai jembatan atau
penghubung bagi kita. Misalnya, tiket ada dan diperuntukkan bagi kita agar
dapat mengunakan sarana transportasi umum seperti pesawat, kapal laut, kereta
api, bis; untuk menikmati wahana hiburan tertentu atau menikmati tontonan di
tempat-tempat yang menjadikan tiket sebagai modal untuk masuk. Singkatnya,
hanya yang memiliki tiketlah yang diperkenankan masuk dan menikmati semua hal
tersebut. Sebaliknya yang tidak memiliki tiket, tidak diperkenankan masuk. Demikian
pula untuk memperoleh kebahagiaan dalam kerajaan surga, kita perlu memiliki
“tiket keselamatan.”
Tiket keselamatan di sini berkairtan dengan sikap percaya
kita. Kepada Nikodemus, Yesus berpesan agar setiap orang harus dilahirkan
kembali. Kelahiran kembali menuntut sebuah sikap percaya yang harus dipegang
oleh para pengikut Kristus. Apa yang harus kita percayai? Pertama-tama
percayalah akan Dia yang telah turun dari surga, yaitu Anak Manusia. Dengan percaya
kepada Yesus, kita dapat menimbah segalah rahmat yang diberikan oleh Allah
dengan perantaraan-Nya. Tidak perlu cemas akan bagaimana prosesnya, Rohlah yang
menjadi jiwa dalam kepercayaan kita itu, agar kepercayaan kita tidak menjadi
kepercayaan yang sia-sia, tanpa dasar. Supaya kutuk jangan sampai menimpa kita,
seperti yang dialami oleh bangsa Israel di padang gurun. Oleh karena ketidak
percayaan mereka kepada Tuhan, maka Ia menghukum mereka dengan mendatangkan ular
tedung untuk memanggut mereka. Namun Allah tidak membiarkan mereka binasa, Ia memberi
belas kasih dan keselamatan. Tindakan Musa meninggikan ular tembaga di padang
gurun, sebagai tanda Allah menampakkan belas kashi-Nya. Seperti ular tembaga
menjadi tiket keselamatan bagi bangsa Israel untuk mendapatkan kasih karunia
Allah, yakni boleh masuk dan mendiami Tanah Terjanji. Demikian juga Kristus ditinggikan di salib dan
menjadi tanda keselamatan semua manusia.
Saudaraku,
hidup kekal adalah dambaan, tempat kediaman kita sekalian. Surga sebagai
hunian yang menjadi tujuan kehidupan kita setelah kita dilahirkan kembali dari
kematian kita. Tempat dimana ada kebahagiaan sejati. Buah dari sikap setiap
orang yang mempercayakan seluruh hidupnya kepada penyelenggaraan Ilahi. Tidak
ada jalan lain dan tidak ada penjamin yang lain. Anak Manusia adalah jalan
masuk kedalam kebahagiaan itu dan hanya Dialah yang menjadi penjamin, Dialah
tiket keselamatan kita. Biarkan Roh yang menuntun hidupmu, memegang kendali
hidup kita agar pada saatnya, kita dapat menggenggam tiket keselamatan kita
untuk masuk dalam persekutuan dengan Anak Manusia dalam kehidupan kekal. Amin.
(Fr. Yoppy Lamere).
Tidak ada komentar :
Posting Komentar