SYALOM



Rrenungan Selasa, 26 April 2016
Hari Biasa Pekan V Paskah
BcE. Kis. 14:19-28; Mzm. 145:10-11, 12-13, 13ab, 21; Yoh. 14: 27-31a.
Warna Liturgi Putih

Beberapa waktu yang lampau bahkan hingga saat ini, kita sering mendengar dan menyimak di media terjadi tindakan-tindakan kekerasan yang mengakibatkan orang merasa tidak aman; merasa orang lain adalah ancaman bagi dirinya. Muncul beberapa kelompok yang mengintimidasi bahkan sampai merenggut nyawa orang lain. Bahkan mungkin di sekitar kita pun terjadi hal-hal yang demikian. Pengungsian dan penelantaran pun terjadi. Banyak yang mengalami perasaan takut dan cemas; rasa damai dan tenang seakan jauh dari mereka. Kadang kita berpikir bahwa saat ini kejahatan lebih mendominasi dunia ini. Tetapi tidaklah demikian saudaraku. Semakin dunia dirong-rong oleh kejahatan, kebaikan semakin menampakkan dirinya. Manusia selalu terikat dalam kedamaian. Kedamaian menjadi cita-cita dan harapan setiap manusia. Akankah damai yang diberikan Yesus sudah pergi dari bumi ini?

Damai yang Yesus tinggalkan bagi kita tidak pernah beranjak dari bumi ini; dari hati kita. Melalui penginjil Yohanes, Tuhan Yesus menyapa kita sekalian dengan damai-Nya. Kepada kita Dia tinggalkan damai sejahtera. Kepada kita, Dia berikan damai sejahtera-Nya. Ya, kepada kita saudara-saudari-Nya. Damai sejahtera yang Dia tinggalkan tidak lain adalah diri-Nya sendiri. Adalah sebuah suka cita yang besar bagi setiap orang yang mengalami dan tinggal dalam damai Kristus. Dia telah membuktikan kepada kita betapa kekuatan damai itu mengalahkan kejahatan. Melalui perjanjian damai-Nya di atas kayu Salib, kita semua diselamatkan dari kejahatan dan dosa. Damai Kristus adalah kasih sejati yang ditinggalkan kepada kita, sebagai warisan yang tidak sekedar dikenangkan oleh setiap murid-Nya, melainkan diberikan juga kepada orang lain di sekitar kita. Yesus menunjukkan suatu cara yang berbeda dari kita sebagai manusia yang kadang menggunakan kejahatan untuk melawan kejahatan pula. Jika demikian maka kejahatan itu akan semakin kuat. Sebaliknya kejahatan hanya dapat dilawan dengan damai; dengan kasih yang sejati.

Saudaraku, “syalom” bagimu. Sapaan ini yang harus kita bawa dalam hidup kita setiap hari. Kemanapun kita, damai Kristus hendaknya dirasakan oleh setiap orang yang kita jumpai dalam hidup. Mulailah pertama-tama dari tempat anda berpijak kemudian berkembang terus hingga damai itu dapat menggenggam semakin banyak orang untuk berada dalam damai itu sendiri. Kiranya damai, yakni kasih sejati Kristus yang ditinggalkan dan diberikan oleh-Nya senantiasas tinggal di hati kita dan berbuah dalam seluruh hidup kita. Kitalah agen damai-Nya di dunia ini. Amin. (Fr. Yoppy Lam).

Tuhan Yesus, Gereja, Ekaristi, Kesatuan Sempurna



Renungan Rabu, 27 April 2016
Hari Biasa Pekan V Paskah
Warna Liturgi Putih

Sudah menjadi pengetahuan kita bahwa ranting tidak mungkin dapat hidup kalau tidak menyatu dengan pokok pohonnya. Ia akan mati karena tidak memperoleh asupan garam dan mineral dari pokok pohonnya. Jadinya, akan dibuang dan dicampakkan orang ke dalam api lalu dibakar.

Hari ini, Tuhan Yesus menggambarkan diriNya sebagai pokok anggur dan kita adalah ranting-ranting dari pokok anggur itu. Sebagai ranting, posisi kita adalah melekat erat dengan pokok anggur, yaitu Tuhan Yesus. Sebagai ranting, keberadaan kita adalah menyatu dengan pokok anggur, yaitu Tuhan Yesus. Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat bertumbuh dari dirinya sendiri, demikian juga kamu tidak dapat bertumbuh jika kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamu ranting-rantingnya. Barang siapa tinggal di dalam Aku, ia akan berbuah banyak. Sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” (Yoh 15:4-5). Di bagian lain, Tuhan Yesus menggambarkan posisi dan keberadaan ini dengan cara lain:

“Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia. Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.” (Yoh 6:56-57).

Konsekuensinya, kita sebagai pengikut Tuhan Yesus, memiliki kewajiban untuk mengambil bagian di dalam Dia, tak terpisahkan dan hidup dariNya. Tinggal di dalam Dia memiliki jaminan, yaitu menghasilkan buah yang banyak. Ini sekaligus suatu hardikan bagi egoisme yang menarik kita keluar dari sang pokok anggur, yaitu mengandalkan diri sendiri. Ingat, di luar Tuhan Yesus, kita sama sekali tidak dapat berbuat apa-apa. Ingat juga bahwa mengambil bagian di dalam Dia sama dengan menerima Tubuh dan DarahNya sebagai makanan surgawi yang menjamin hidup kita di dalam Dia. Tentang ini, Gereja mengajarkan demikian:

Sejak awal, Yesus membiarkan para murid-Nya mengambil bagian dalam kehidupan-Nya (Bdk. Mrk 1:16-20; 3:13-19). Ia menyingkapkan bagi mereka misteri Kerajaan Allah (Bdk. Mat 13:10-17) dan memberikan mereka bagian dalam perutusan-Nya, dalam kegembiraan-Nya (Bdk.Luk 10:17-20) dan dalam kesengsaraan-Nya (Bdk. Luk 22:28-30). Yesus berbicara mengenai hubungan akrab antara Dia dan mereka, yang mengikuti Dia: “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu… Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya” (Yoh 15:4-5). Dan Ia menyatakan satu persekutuan yang penuh rahasia dan real antara tubuh-Nya dan tubuh kita: “Barang siapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia” (Yoh 6:56). [KGK 787].

Akhirnya kita tiba pada satu kata kunci, yaitu ‘keselamatan,’ yang hanya ada di dalam Tuhan Yesus. Untuk memperoleh keselamatan itu, Tuhan Yesus sendiri pertama-tama mengundang kita untuk datang kepadaNya, layaknya para muridNya. Sesaat ketika kita mengarahkan jiwa dan raga, melangkahkan kaki, dan berjalan mengikutiNya, Kerajaan Allah secara perlahan-lahan disingkapkan oleh Tuhan Yesus kepada kita. Saat itu pula keakraban tercipta, keintiman dipelihara, dan orang tidak lagi merasa untuk pergi dari Tuhan Yesus. Kesatuan? Itu sudah pasti! Sebab undangan itu menjadi awal kita berjalan menuju sumber hidup sejati, yaitu Tuhan Yesus. Ekaristi? Itulah perjamuan yang diprakarsai oleh Tuhan Yesus bagi kita, Gereja Katolik; dikenangkan setiap saat dan di mana pun kita berada. Itulah kesatuan kita denganNya ketika mulut kita mengecap Tubuh dan DarahNya, makanan surgawi. Itulah kesatuan kita di dalam sengsara dan pengorbananNya di kayu salib. Kita hidup dari Dia, dan berbuah karena Dia. Pokok anggur dan ranting adalah satu, sama seperti kepala dan tubuh adalah satu, yaitu Tuhan Yesus dan GerejaNya adalah satu. (Fr. IEC).



(Picture: www.pinterest.com).

Percaya dan Dibaptis



Renungan Senin, 25 April 2016
Pesta St. Markus, Pengarang Injil
Warna Liturgi Merah

Ada dua jenis keselamatan yang ingin dicapai banyak orang, keselamatan sementara (duniawi) dan keselamatan kekal. Berbagai cara, baik positif maupun negatif dapat dipakai untuk mencapai keselamatan duniawi, namun tidak demikian bagi keselamatan kekal.

Pada hari ini, Yesus, dalam memberikan misi perutusan kepada para rasul, menegaskan dengan sangat jelas cara untuk mencapai keselamatan yang kekal yakni “percaya dan dibaptis”. Dual hal inilah yang menjamin keselamatan seseorang. “Percaya” saja belum cukup, begitu pun dengan “dibaptis” saja, orang belum bisa meraih keselamatan kekal. Orang yang dibaptis namun tidak percaya tetap akan menerima hukuman dan orang yang percaya namun tidak dibaptis pun belum bisa memperoleh keselamatan. Karena beginilah yang dikatakan Yesus kepada rasul-rasulnya, “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum…” bagi orang yang sungguh-sungguh percaya, mereka akan mampu mengusir setan-setan dalam nama Yesus, mereka mampu berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru, mereka akan mampu memegang ular, dan sekalipun minum racun maut mereka tidak akan celaka. Mereka juga dapat menyembuhkan orang yang sakit. Inilah ciri-ciri dari orang yang sungguh-sungguh percaya.

Kita telah memperoleh rahmat pembaptisan itu, namun apakah kita telah sungguh-sungguh percaya? Pertanyaan inilah yang harus dijawab oleh masing-masing kita. Karena jika kita menyatakan bahwa kita telah dibaptis dan kita sungguh-sungguh percaya kepada-Nya maka apakah yang tidak mungkin bagi kita? Maka, berbahagialah mereka yang percaya dan dibaptis karena merekalah yang akan memperoleh keselamatan kekal. (Fr. Sky Fangohoi).

(Picture: www.textweek.com)