Renungan Jumat, 8
April
Hari Biasa Pekan
II Paskah
BcE Kis.
5:34-42; Mzm. 27:1,4,13-14; Yoh. 6:1-15 (P)
Tuhan Yesus,
dalam banyak kesempatan, sering menunjukkan siapa diri-Nya melalui peristiwa makan.
Injil Yohanes memberikan beberapa gambaran ini. Ia membuat mujizat pertama-Nya
dalam pesta Perkawinan di Kana karena permintaan Bunda-Nya, mengubah air
menjadi anggur sebagai minuman pokok perjamuan makan (2:1-11). Dalam Bacaan
Injil hari ini, Yesus memberi makan 5000 orang dengan 5 roti + 2 ikan (6-1-15).
Ia juga menunjuk Diri-Nya sebagai Roti Hidup (6:25-59). Dalam Injil-Injil
sinoptik, pada saat Perjamuan Terakhir Yesus memecah-mecahkan roti dan
membagikan itu (bersama anggur) kepada para Rasul sebagai makna pengorbanan
salib. Bahkan ketika Ia bangkit dan menampakkan diri di danau Tiberias,
murid-murid langsung mengenal-Nya. Mereka justru mengenal-Nya sebagai Tuhan
ketika Ia berkata: “Marilah dan sarapanlah.” (21:12)
Ada suatu
ironi kehidupan yang menyedikan sekarang ini. Zaman modern mengubah kita
menjadi orang-orang yang bekerja keras mencari makanan, tetapi pada saat yang
sama kita sering tidak menghargai makanan. Makanan sering tidak habis disantap,
sisanya dibuang begitu saja. Kalaupun ada kelebihan sedikit itu diletakkan di
dalam lemari pendingin sampai membusuk. Dan lalu dibuang saja! Lalu ada juga
perilaku makan yang abnormal: potret sana-sini, seolah-olah kerja keras ialah untuk
memberi makan smartphone, bukan untuk
kebaikan diri sendiri. Apa sebabnya perilaku menyedihkan demikian orang zaman
ini? Itu karena wabah penyakit sikap
kurang bersyukur dan bahkan lupa
bersyukur. Ini adalah sikap tidak
menyadari diri sebagai pengikut Yesus!
Kita
mungkin juga termasuk dalam salah satu peziarah yang mengikuti Yesus. Kita
melihat Ia membuat suatu kebaikan yang luar biasa namun sangat sederhana: Ia
memberi makan! Bahkan acapkali melalui peristiwa makan itu, Yesus menunjukkan seecara
tersirat bahwa Ia adalah kebaikan terbesar dari Allah Bapa untuk kita, Roti
Surgawi untuk tubuh dan jiwa kita. Kita telah menerima kebaikan-Nya melalui
santapan rohani Tubuh dan Darah-Nya, Ekaristi. Dengan hati memelas dan rasa tak
pantas, kita juga selalu meminta Yesus mengajarkan doa yang benar meminta Allah
memberikan “rezeki jasmani yang secukupnya” untuk hidup kita sehari-hari. Untuk
itu, sebagai pengikut Yesus, kita wajib untuk berkebiasaan seperti Yesus dan
murah hati seperti Allah Bapa: memberi makan kepada sesama! Di sekitar kita,
ada banyak orang yang kelaparan: lapar jasmani, lapar rohani. Mereka lapar
karena menjadi pengungsi, korban perang dan konflik dalam keluarga dan
masyarakat, korban kelaliman dan kekejaman relasi dan sistem sosial. Mereka
lapar karena kekurangan makanan cinta dan perhatian. Dengan berbelaskasih dan
memberi makan kita berlaku seperti Yesus! Sekarang, apa yang Anda akan lakukan
untuk ‘memberi makan’ seseorang yang membutuhkan bantuanmu tadi, kemarin atau
pada saat-saat yang lalu?
Orang
Kristen dikenal karena kebiasaan berbuat baik: memberi makan. Itu bukan karena
orang Kristen berkelimpahan, tetapi karena Tuhan selalu menyediakan rezeki
untuk mereka setiap hari. Dan perbuatan baik itu selalu bertahan selama-lamanya
karena Allah menghendaki terjadinya demikian seperti apa yang diperjuangkan para
Rasul. Karena itu, jangan pernah ragu-ragu membantu sesama yang mengalami
‘kelaparan’ – dalam bentuk apapun – karena Tuhan tidak pernah membiarkan
kelaparan orang-orang yang mengikuti-Nya. Jika Anda melihat seseorang yang
kelaparan, jangan membiarkan Dia melangkah pergi. Berilah dia makan dan
makanlah bersama dengannya. SIAPA TAHU, Anda sedang melayani Yesus dalam rupa
seorang miskin dan terlantar! (Fr. P.A.L.)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar