Takhta Petrus, simbol persatuan & persekutuan!




Renungan Jumat, 01 April 2016
HARI JUMAT DALAM OKTAF PASKAH
Warna Liturgi Putih




Sesudah peristiwa penyaliban Yesus, bacaan-bacaan hari-hari ini melanjutkan cerita mengenai perjalanan para murid. Kitab Suci mengisahkan para murid yang merana karena tiadanya Sang Guru. Mereka bagaikan anak-anak ayam kehilangan induknya. Meski demikian, mereka tetap bersekutu sebagai murid-murid Kristus. Menariknya, ketika mengisahkan persekutuan para murid itu, gaya bahasa Kitab Suci seperti menempatkan Petrus sebagai aktor utama dan para murid lain sebagai aktor tambahan. Banyak data biblis bisa ditunjuk sebagai bukti. Salah satunya teks bacaan hari ini. Ketika Petrus dan Yohanes dihadapkan ke Mahkamah Agama, Petruslah yang bersaksi tentang Kristus kepada seluruh sidang itu. Begitu juga penyebutan nama Petrus yang pertama mendahului nama-nama murid yang lain (Lih. Kis.4:1;Yoh.21:2) juga menegaskan kedudukan Petrus sebagai aktor utama tersebut.


Dalam Bacaan Injil (Yoh. 21:3), “Kata Petrus kepada para murid yang lain: “Aku pergi menangkap ikan.” Kata mereka kepadanya: “Kami pergi juga dengan engkau.” Mereka berangkat lalu naik ke perahu.”

Ini adalah contoh dari Gereja Ideal. Ini adalah contoh dari Gereja yang dikehendaki Yesus, yakni Gereja yang selalu bersekutu, seiya, sekata. Para murid yang lain memutuskan untuk mengikuti Petrus. Mereka memutuskan untuk selalu sejalan dengan Petrus. Mereka tidak mau mengambil jalan lain. Hal menarik lain bahwa Petrus sama sekali tidak menonjolkan kekuasaannya, memerintah dengan tangan besi, atau memaksakan. Singkatnya, Petrus tidak main kuasa. Karena itu, para murid yang lain ketika memutuskan mengikut Petrus pun tidak karena paksaan, tetapi terlebih dengan rela hati karena merasa sebagai satu persekutuan Gerejawi.

Perpecahan yang pernah terjadi dalam sejarah Gereja, barangkali perlu direfleksikan dalam konteks Yoh. 21:3 ini. Terlepas dari itu, dalam lingkup persekutuan yang lebih kecil seperti Paroki, Stasi, Rukun dan persekutuan Gerejani lainnya perlulah sikap yang sejalan, seirama antara pemimpin dan anggota-anggotanya. Tidak ada tangan besi dan juga keterlibatan anggota pun atas dasar rela hati dalam kesadaran sebagai satu persekutuan. Amin! (Fr. Erton Refra).