29 Agustus Peringatan Wajib Wafatnya St. Yohanes Pembaptis
Yer. 1:17-19; Mzm. 71:1-2,3-4a,5-6ab,15ab,17; Mrk. 6:17-29.
Warna Liturgi Merah
Salah seorang Imam pembina kami
suatu saat mensharingkan para kudus kesukaannya. Ia seolah-olah "memberi
peringkat" kepada para kudus. Peringkat 1 Bunda Maria. Peringkat 2 St.
Yohanes Pembaptis. Peringkat 3 Santo Fransiskus Xaverius, dan seterusnya.
[Tentunya ini bukan suatu standar penilaian yang universal sehingga semua orang
dapat terpengaruh dan menilai macam-macam. Peringkat ini juga tidak dimaksudkan
bahwa para kudus saling berkompetisi, atau yang ini lebih suci dari yang itu.
Ini hanyalah pemikiran "lepas", suatu refleksi personal, seorang
pembina yang berinisatif menjelaskan nilai-nilai iman dalam ranah yang lebih
sederhana dan menarik.]
Dan memang kalau
ditimbang-timbang, Santo Yohanes Pembaptis pantas diletakkan posisinya setelah
Bunda Maria. Ia bukan saja kerabat Yesus yang paling dekat (Elisabet, ibu
Yohanes adalah saudari Bunda Maria, ibu Yesus Kristus), tetapi juga seorang
Nabi Perjanjian Lama yang terakhir. Ia adalah Nabi terakhir yang mempersiapkan
kedatangan Nabi paling agung: Yesus Kristus. Ia makan belalang, minum madu.
Berpakaian dari dedaunan dan kulit pohon. Sesekali mencari ikan di danau atau
sungai yang membelah hutan. Ia adalah Nabi yang hidup secara asketis (jenis
latihan rohani ekstrim dengan hidup berpuasa dan bermatiraga untuk mencapai
kebijaksanaan rohani, hidup di daerah-daerah dengan suhu dan kondisi ekstrim:
padang pasir, salju, lembah, tepi jurang atau puncak gunung). Ia melupakan
keluarganya sendiri dan pergi mewartakan Allah, mewartakan pertobatan dan
membaptis orang. Ketika ditanyai orang siapakah dia, ia justru mengidentikkan
dirinya dengan "suara yang berseru-seru" di padang gurun. Tidak
waraskah Yohanes? Tidak! Dia orang pandai.
Yohanes menghabiskan masa mudanya
dengan menjadi anggota sebuah komunitas biara yang mengkhususkan diri untuk
mempelajari, menuliskan dan menyusun kembari daftar Kitab Suci Perjanjian Lama
(kanonisasi), komunitas biara Qumran yang hidup berakese. Yohanes
mengidentikkan dirinya dengan "Singa Yehuda" yang suaranya
mengalahkan badai padang pasir, berteriak keras kepada orang lain bahwa,
bertobatlah karena Allah kini telah menjadi manusia. Ia menyuruh murid-muridnya
untuk mengikuti Yesus, "Lihatlah, Anak Domba Allah yang menghapus dosa
dunia." Ia memahami Kitab Suci dengan benar: para murid kini mengerti,
Yohanes mengutip Kitab Keluaran, ketika darah anak domba menjadi tanda
keselamatan di ambang pintu rumah orang Israel. Cara hidup yang keras, membuat
kepalanya juga keras, watak dan keinginan sekeras wadas, kata-katanya semurni
aliran sungai, dan kritiknya sekeras tamparan gelombang di tepi pantai. Ia
mengatakan tanpa selubung. Ia memberitakan kebenaran dengan lantang dan garang.
Ia meneriakkan kebenaran dari atas bukit-bukit batu yang terlebih dahulu
menjadi mempraktekkannya. Ketidakadilan ia sikat habis-habisan. Ia alergi
terhadap dosa keserakahan dan kerakusan. Pada akhirnya, ia wafat karena
kebenaran yang sudah lama menjadi dasar hidupnya. Ah, Santo Yohanes Pembaptis,
engkau memang ada pada peringkat kedua setelah Sang Bunda Allah. Tetapi engkau
sebenarnya peringkat pertama teladan pembela kebenaran dan keadilan. (Fr.
Nifmasken).
Tidak ada komentar :
Posting Komentar