HARI RAYA TRITUNGGAL MAHAKUDUS



Renungan Minggu, 22 Mei 2016
Warna Liturgi Putih

Hari ini Gereja merayakan Tritunggal Mahakudus. Lengkaplah sudah kita menyaksikan pewahyuan Allah dalam diri Bapa, dan Putera dan Roh Kudus. Dalam nama Tuhan Allah, kita memulai dan mengakhiri doa di setiap lika-liku kehidupan kita. Dengan ‘tanda’ ini pula seorang Imam menguduskan awal dan akhir kehidupan duniawi. Inilah inti iman Kristen sejati yang dihidupi berabad-abad lamanya yang dari kekal sampai kekal akan terus menjadi tumpuan kehidupan manusia. Seluruh kehidupan orang Kristen termeteraikan dalam hakekat Allah yang mencipta, berkorban dan menginspirasi kebaikan-kebaikan ilahi.

Memang perlu diakui bahwa kebanyakan orang Kristen cenderung sulit, bahkan seringkali secara malas tahu bagaimana persisnya Allah Tritunggal itu. Sementara orang-orang non-Kristen cenderung menganggap monoteisme Kristen kabur karena ‘memiliki tiga kodrat Allah dalam satu hakekat’. Sejarah Gereja merekam amat banyak ahli Gereja yang berusaha menjelaskan siapa persis Allah Tritunggal, namun semua berakhir pada ‘kemahakuasaan Allah dan ke-amat-kerdil-an manusia’ untuk memahami Allah. Sebut saja St. Thomas Aquinas, seorang Doktor Gereja, menyuruh para muridnya untuk membakar karya-karya tulisnya yang luar biasa hebat, karena dalam suatu penampakan ia melihat Allah Tritunggal. Aquinas menyadari karya tulisnya tak berarti sama sekali untuk menjelaskan Allah Tritunggal. Sementara St. Agustinus, seorang Pujangga Gereja, mengalami pertemuan dengan seorang anak misterius di tepi pantai. Anak itu ingin memasukkan seluruh air laut ke dalam lubang kecil di pasir yang menyadarkan Agustinus bahwa tak mungkin ‘memasukkan’ Allah Tritunggal dalam otak yang sangat kecil dan terbatas. Dari masa ke masa Allah Tritunggal tetaplah sebuah misteri yang memang hanya bisa diimani dengan pemahaman yang penuh keterbatasan betapapun sistematisnya konsep-konsep tersebut.

Memahami Allah dan kebenaran-kebenaran tentang-Nya memang penting. Namun, lebih penting lagi melakukan apa yang Allah perintahkan! Perintah Allah ialah kasihilah Tuhan Allah dan sesama. Janji Yesus kepada murid-murid-Nya tentang Roh Kebenaran meneguhkan para murid-Nya untuk berani menjadi saksi dari semua yang telah Ia sabdakan dan lakukan berlandaskan kasih. Kasih, merupakan satu-satunya hal yang Allah kehendaki terjadi di dunia sebagaimana “karena begitu besar kasih-Nya akan dunia ini sehingga Ia telah mengaruniakan Putera-Nya yang tunggal supaya semua orang beroleh hidup yang kekal”. Kasih, yang Yesus katakan dan pratekkan secara nyata harus menjadi pedoman utama dan pertama setiap orang Kristen yang ingin memahami Allah. Sebab, Allah adalah kasih! Memahami Allah berarti mengasihi dan berbelas kasih. Kasih merupakan kunci kebenaran akan Allah.

Baik sekali jika kita ingin mencari kebenaran iman tentang Allah. Tetapi lebih utama kita harus mempraktekkan iman itu kepada sesama. Berbicara kepada Allah harus sepadan dengan berbicara tentang Allah kepada orang lain. Dan biasanya ‘suara’ tindakan kasih itu lebih nyaring dari susunan kata-kata penjelasan tentang kasih. Iman kepada Allah harus dibuktikan melalui kasih kepada Allah dan sesama. Oleh karena itu setiap insan Kristiani berkewajiban untuk yang memiliki sikap-sikap keilahian yang adalah kasih: murah hati seperti Bapa, rela berkorban seperti Putera, dan berjiwa inspiratif pembawa sukacita berlandaskan belas kasih seperti Roh Kudus. Tahun Kerahiman yang dicanangkan Paus Fransiskus (8 Des. 2015 – 20 Nov. 2016) sesungguhnya menjadi kesempatan bagi setiap orang Kristen untuk mengembangkan nilai-nilai keilahian yang luhur ini. Jangan takut untuk melakukan kasih, sebab Allah tidak buta. Ia selalu memperhatikan menyertai mereka yang gigih melawan kelaliman, berani memeluk seorang sakit, tidak jijik makan dengan seorang pengemis, tanggap terhadap sesama yang berkekurangan, memberi makan kepada yang lapar, memberi minum kepada seorang peminta-minta, memberi tumpangan kepada seorang asing, mengunjungi orang-orang sakit dan terpenjara. Siapa tahu, Allah sedang menunggumu dalam diri seorang yang penuh derita dan kesusahan. (Fr. AL).

(Pict: joyintruth.com).

Tidak ada komentar :

Posting Komentar